Hasil pencarian "Surat Direktur Jenderal Pajak"

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 334/PJ.312/2003

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ 
22 Mei 2003

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 334/PJ.312/2003

TENTANG

PENEGASAN ATAS BIAYA REPRESENTASI/ENTERTAINMENT

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 11 Maret 2003 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa:
a. PT. XYZ bergerak dalam bidang Pedagang Besar Farmasi (PBF). Praktek dunia usaha di bidang obat-obatan di Indonesia sementara ini tidak mungkin dihindari perlunya suatu dana tertentu untuk dapat memperoleh aanwyzing sehingga memungkinkan bagi perusahaan untuk melakukan penyerahan ke badan/dinas terkait. Biaya-biaya tersebut sebenarnya merupakan bagian dari pengeluaran perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan PT. XYZ tersebut telah dibuatkan daftar nominatif dan telah dilampirkan di SPT PPh Badan tahun 2001 sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986. SPT PPh Badan tahun 2001 menyatakan lebih bayar dan KPP telah melakukan pemeriksaan. Salah satu hasil pemeriksaan adalah adanya koreksi fiskal atas biaya representasi tersebut.

b. Saudara menanyakan atas hal-hal sebagai berikut:
1) Apakah pemberian kepada PNS yang sebenarnya merupakan pengeluaran yang semata-mata berkaitan dengan usaha dan sudah dibuatkan daftar nominatif tersendiri tidak diperkenankan ?;
2) Apakah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 masih berlaku ?.

2. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.

3. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 tentang Biaya Entertainment dan Sejenisnya, ditegaskan bahwa:
a. Biaya Entertainment, representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh;
b. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil);
c. Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif atas biaya-biaya tersebut.

4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat ditegaskan bahwa:
a. Pada dasarnya pengeluaran biaya representasi, jamuan dan sejenisnya (entertainment) diakui sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, sepanjang pengeluaran tersebut sesuai dengan kelaziman dan kewajaran dalam praktek dunia usaha sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik serta dapat dibuktikan kebenaran dan kaitannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak;
b. Pengeluaran biaya representasi sebagaimana dalam surat Saudara tersebut di atas secara yuridis fiskal tidak dapat diakui sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
c. Pengeluaran yang bersifat resmi kepada instansi pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat diakui secara yuridis fiskal sebagai biaya perusahaan sepanjang berkaitan langsung dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak;
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tanggal 14 Juni 1986 masih tetap berlaku.

Demikian harap maklum.

A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR,

ttd

IGN MAYUN WINANGUN

 

...

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 766/PJ.53/2004

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR S – 766/PJ.53/2004

TENTANG

PPN ATAS PENYERAHAN JASA FREIGHT FORWARDING

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 29 Januari 2003 dan Nomor XXX tanggal 30 April 2003, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

 

1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :

a. PT. ABC adalah perusahaan jasa yang bergerak di bidang freight forwarding yang dalam kegiatan operasionalnya bertindak sebagai agen atau broker dari shipping line atau airline.

b. Dalam kegiatan usaha tersebut Saudara memberikan jasa berikut biaya transportasi udara dan laut berdasarkan harga yang diperoleh dari airline atau shipping line yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai.

c. Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai ada pada jasa handling dan customs clearance yang Saudara tagihkan ke customer dan juga dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Penagihan atas biaya transportasi udara atau laut tersebut di atas dilaporkan sebagai penyerahan tidak terutang PPN dalam SPT Masa PPN.

d. Seluruh Pajak Masukan adalah berasal dari kegiatan yang berhubungan langsung dengan usaha di bidang freight forwarding.

e. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas Saudara menanyakan apakah harus dilakukan Penghitungan Kembali atas Pajak Masukan yang telah dikreditkan sesuai dengan KMK Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000.

 

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :

a. Pasal 1 angka 19, bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

b. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

c. Pasal 4A ayat (3) sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur :

– Pasal 5, menetapkan jenis-jenis kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa freight forwarding tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

– Pasal 5 huruf i sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 13, bahwa jasa di bidang angkutan umum meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan Pemerintah atau swasta. Dalam penjelasan Pasal 13 dijelaskan bahwa jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut.

 

3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :

a. Atas penyerahan jasa freight forwarding dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar penggantian yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC sebagai pemberi jasa freight forwarding.

b. Dalam hal dokumen-dokumen pabean (dokumen) untuk menagih biaya freight dan biaya lainnya dari shipping line atau airline atau pihak ketiga dibuat langsung atas nama:

b.1. Penerima jasa (konsumen PT. ABC), maka biaya freight dan biaya lainnya tidak termasuk kedalam Dasar Pengenaan Pajak, karena dianggap sebagai reimbursement; atau

b.2. PT. ABC dan bukan atas nama penerima jasa (konsumen PT. ABC), maka biaya freight dan biaya lainnya tidak dapat dianggap sebagai reimbursement, sehingga merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

c. Apabila terdapat mark-up biaya freight dan biaya-biaya lainnya, yang dokumennya langsung atas nama PT. ABC, maka mark-up tersebut merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, disamping jasa handling dan customs clearance karena termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC.

d. Penyerahan jasa angkutan yang digunakan oleh pengusaha freight forwarding pada dasarnya dilakukan oleh pengusaha angkutan (shipping line atau airline) bukan oleh pengusaha freight forwarding, oleh karena itu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang dan Tidak Terutang, tidak tepat sebagai pedoman penghitungan Pajak Masukan bagi pengusaha freight forwarding.

e. Sehubungan dengan hal tersebut pada butir d di atas, maka dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) baris huruf B butir 2 Formulir 1195 (Penyerahan yang Tidak Terutang PPN) tidak perlu diisi, apabila transaksi yang dilakukan oleh PT. ABC sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf b.1.

 

Demikian untuk dimaklumi.

 

A.n. DIREKTUR JENDERAL

DIREKTUR PPN DAN PTLL

ttd

A. SJARIFUDDIN ALSAH

...

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 807/PJ.53/2004

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR S – 807/PJ.53/2004

TENTANG

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA FREIGHT FORWARDING

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 12 Desember 2001 hal PPN Terutang atas Jasa Kena Pajak (JKP), dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa :

a. PT. ABC adalah perusahaan jasa yang bergerak di bidang freight forwarding, yang dalam kegiatan operasionalnya bertindak sebagai perantara untuk melakukan eksport atau import.

b. Berkaitan dengan hal tersebut Saudara menanyakan tagihan mana saja yang dianggap sebagai Dasar Pengenaan Pajak sehingga harus dibuat Faktur Pajaknya, mengingat ada tagihan yang direimburse oleh perusahaan pelayaran seperti freight, THC, document fee, D/O, cleaning container dan lift on/off container, dan ada pula tagihan yang tidak direimburse seperti agency fee dan administrasi.

 

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :

a. Pasal 1 angka 19, bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

b. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

c. Pasal 4A ayat (3) sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur :

1) Pasal 5, menetapkan jenis-jenis kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa freight forwarding tidak termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

2) Pasal 5 huruf i sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 13, bahwa jasa di bidang angkutan umum meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan Pemerintah atau swasta. Dalam penjelasan Pasal 13 dijelaskan bahwa jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut.

 

3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2, dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa :

a. Atas penyerahan jasa freight forwarding dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar penggantian yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC sebagai pemberi jasa freight forwarding termasuk didalamnya biaya freight, THC, document fee, D/O, cleaning container, lift on/off container, agency fee dan administrasi.

b. Dalam hal dokumen-dokumen untuk menagih biaya freight dan biaya lainnya dari shipping line atau airline atau pihak ketiga dibuat langsung atas nama penerima jasa (konsumen PT ABC), maka Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa Freight Forwarding yang dilakukan PT ABC kepada konsumen adalah sebesar nilai yang seharusnya diminta tidak termasuk tagihan-tagihan atas nama konsumen PT ABC.

 

 

Demikian untuk dimaklumi.

 

A.n. DIREKTUR JENDERAL

DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd

A. SJARIFUDDIN ALSAH

...

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 812/PJ.53/2005

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
5 September 2005

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 812/PJ.53/2005

TENTANG

PERLAKUAN PPN ATAS PENAGIHAN (REIMBURSEMENT) BIAYA PEMAKAIAN LISTRIK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 3 September 2004 hal permintaan penjelasan atas Pengenaan PPN untuk Tagihan Penggantian Pemakaian Biaya Listrik, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa:
a. PT ABC adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang usaha persewaan perkantoran dan apartemen.
b. Saudara meminta penegasan untuk hal-hal berikut:
b.1. PT ABC sebagai pengelola gedung membuat tagihan atas pemakaian listrik oleh tenant, dimana besarnya tagihan listrik oleh PT ABC tersebut adalah sama besarnya dengan tagihan dari PT PLN kepada PT ABC.
b.2. PT ABC hanya menggunakan satu gardu listrik untuk seluruh gedung yang disewakan oleh PT ABC, dan besaran tagihan PT PLN kepada PT ABC ditagih kembali oleh PT ABC kepada para tenant dengan cara dibagi sesuai dengan jumlah pemakaian masing- masing tenant.
b.3. Pada saat melakukan penagihan (reimbursement) kepada para tenant tersebut, PT ABC tidak mengenakan PPN karena PT ABC tidak melakukan penambahan biaya/ margin, melainkan hanya sebesar tagihan dari PT PLN.
c. Saudara meminta penegasan apakah langkah yang telah dilakukan oleh PT ABC dengan tidak mengenakan PPN atas reimbursement tagihan listrik kepada para tenant tersebut telah sesuai dengan ketentuan.

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur:
a. Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
b. Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
c. Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa atas reimbursement atau penagihan kembali nilai tagihan pemakaian listrik (yaitu penggantian untuk biaya listrik yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh PT ABC atas nama tenant) oleh PT ABC kepada tenant, baik nilai tagihannya sama ataupun lebih besar daripada tagihan dari PT PLN kepada PT ABC, terutang Pajak Pertambahan Nilai karena pada dasarnya reimbursement tersebut merupakan bagian dari kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak berupa persewaan perkantoran dan apartemen yang dilakukan oleh PT ABC.Demikian untuk dimaklumi.

 

A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd.

A. SJARIFUDDIN ALSAH

 

...

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 917/PJ.53/2003

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 917/PJ.53/2003

TENTANG

PPN ATAS JASA FREIGHT FORWARDING

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa Nomor tanggal 26 September 2002 hal Menanyakan Jenis Jasa Kena Pajak dan surat nomor XXX tanggal 31 Oktober 2002 hal Menanyakan Jenis Jasa Kena Pajak, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan bahwa dalam melaksanakan kegiatan usaha, PT. ABC sering menggunakan jasa angkutan udara ke luar negeri. Pada prakteknya maskapai penerbangan yang digunakan PT. ABC (Garuda, Thai, Gulf Air, dll) tidak memungut PPN dan PT. ABC sebagai agen kargo (freight forwarding) juga tidak memungut PPN dari pelanggan PT. ABC.

Sehubungan dengan hal tersebut Saudara menanyakan:
a. Apakah atas jasa angkutan udara ke luar negeri yang digunakan oleh PT. ABC dalam rangka kegiatan usahanya dikenakan PPN?
b. Meminta penjelasan detail peraturan perpajakannya.
c. Apakah jasa pengiriman barang atau jasa freight forwarding atas pesanan pihak asing dan dibayar oleh pihak asing tersebut termasuk objek Pajak Pertambahan Nilai atau tidak?

2. Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000 diatur antara lain:
a. Pasal 1 angka 6, bahwa Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan yang dikenakan Pajak berdasarkan Undang-undang ini.
b. Pasal 1 angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
c. Pasal 1 angka 19, bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
d. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan antara lain atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
e. Pasal 4A ayat (3) huruf i, bahwa jasa dibidang angkutan umum di darat dan di air termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
f. Pasal 4A ayat 3 huruf i, bahwa jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, mengatur:
a. Pasal 5, bahwa kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa pengiriman atau jasa freight forwarding tidak termasuk jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Pasal 5 huruf i, bahwa jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Pasal 13, bahwa jenis jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i adalah jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah atau swasta. Di dalam memori penjelasannya dijelaskan bahwa jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut.

4. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003, diatur bahwa terdapat kelompok Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Jasa pengiriman atau jasa freight forwarding tidak termasuk dalam kelompok jasa yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4 serta memperhatikan surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa:
a. Jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dalam kasus Saudara adalah jasa yang dilakukan oleh Garuda, Thai, Gulf Air, dan lain-lain kepada PT. ABC dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean adalah jasa angkutan udara yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Jasa freight forwarding yang diberikan PT. ABC kepada pihak asing merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa freight forwarding sebagaimana dimaksud dalam butir b adalah sebesar penggantian yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta oleh PT. ABC kepada pelanggan atau penerima jasa.
d. Apabila di dalam penggantian sebagaimana dimaksud dalam butir c terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh PT. ABC yang berasal dari tagihan pihak ketiga yang dokumennya langsung atas nama pelanggan atau penerima jasa maka jumlah tersebut bukan merupakan penggantian yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak, karena dianggap sebagai reimbursment.

 

Demikian untuk dimaklumi.

 

A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN & PTLL,

ttd

I MADE GDE ERATA

 

...

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 1047/PJ.322/2004

Perihal : Penjelasan Pengertian Penggantian Dan Reimbursement
Tanggal Terbit : Thursday, 11 November 2004
Departemen Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak

 

11 November 2004
 

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 12 Oktober 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.    Dalam surat tersebut secara garis besar disebutkan bahwa:
a.    PT. ABC telah menerima jawaban dari Dirjen Pajak atas pertanyaan mengenai pengenaan PPN atas tagihan kembali biaya askes dan telah disampaikan oleh PT. ABC kepada XYZ sebagai pengguna jasa.
b.    Jawaban Dirjen Pajak dalam surat Nomor S-490/PJ.322/2004 point 3 B berbunyi : "Atas tagihan kembali biaya askes yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh PT. ABC kepada XYZ Terutang Pajak Pertambahan Nilai karena tagihan tersebut masuk ke dalam penggantian dan bukan merupakan reimbursement". Pihak XYZ berpendapat bahwa atas penagihan kembali biaya askes tersebut merupakan reimbursement sehingga tidak dikenakan PPN.
c.    Berkaitan dengan hal tersebut di atas Saudara mohon penjelasan tentang pengertian penggantian dan reimbursement.

2. Ketentuan-ketentuan perpajakan yang berhubungan dengan permasalahan tersebut di atas adalah:
a.    Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 diatur antara lain:
1)    Pasal 1 angka 19: Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2)    Pasal 4 huruf c: Pajak Pertambahan Nilai dikenakan penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan kembali bahwa:
a.    Dalam hal penggantian terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh Pengusaha jasa yang berasal dari tagihan pihak ke tiga yang dokumennya langsung atas nama penerima jasa, maka jumlah tersebut tidak merupakan penggantian yang jadi dasar pengenaan pajak, karena dianggap sebagai reimbursement.
b.    Dalam hal kasus Saudara, yaitu tagihan askes, bukan merupakan reimbursement sehingga tagihan askes tersebut merupakan Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN yang terutang.
 

Demikian untuk dimaklumi.

 

A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR
ttd
HERRY SUMARDJITO

 

 

...